Penggunaan minyak bumi dewasa ini terus berkembang dan semakin meningkat. Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang masih digunakan, terutama untuk pembangkit tenaga listrik dan sebagai bahan bakar untuk berbagai jenis mesin. Konsumsi minyak bumi terus meningkat terutama untuk keperluan dalam negeri, diantaranya mencapai 34% sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kebutuhan pulau Jawa. Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan Negara dan UU No. 44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN Pertamina dan PN Permina, yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemasaran/distribusi. Kemudian pada tahun 1971, terbit UU No. 8/1971 yang menetapkan penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31/2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (PERSERO) PERTAMINA yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun unit pengolahan minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
PT. PERTAMINA ( Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap
Unit Pengolahan IV Cilacap merupakan salah satu Unit Kilang Minyak PT. Pertamina ( Persero) yang memiliki kapasitas terbesar dan terlengkap fasilitasnya di tanah air dengan kapasitas yang dimiliki yaitu 348.000 barrel/ hari. Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-unit pengolahan yang ada di Indonesia. Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap berada di bawah tanggung jawab Direktorat Hilir Bidang Pengolahan Pertamina.
Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PERTAMINA terbagi atas 7 lokasi, yaitu :
1.Unit Pengolahan-I Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), sudah tidak beroperasi sejak tahun 2006.
2.Unit Pengolahan -II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas 170.000 barrel/hari.
3.Unit Pengolahan -III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), kapasitas 135.000 barrel/hari.
4.Unit Pengolahan -IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas 348.000 barrel/hari.
5.Unit Pengolahan -V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas 270.000 barrel/hari.
6.Unit Pengolahan -VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas 125.000 barrel/hari.
7.Unit Pengolahan -VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 barrel/hari.
Kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap didirikan dengan maksud menghasilkan produk BBM dan Non BBM guna memenuhi kebutuhan masyarakat pulau Jawa, mengingat secara geografis posisi kilang Cilacap terletak di central pulau Jawa atau dekat dengan konsumen terpadat penduduknya di Indonesia. Adapun maksud pembangunan kilang minyak Cilacap selain menghasilkan produk BBM dan Non BBM yaitu mengurangi ketergantungan impor BBM dari luar negeri yang semakin meningkat serta sebagai langkah efisiensi karena memudahkan supply dan distribusi. Kilang minyak UP IV merupakan satu -satunya kilang minyak yang menghasilakn aspal dan base oil.
Kilang Minyak I
Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan nasional Indonesia dan asing. Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina.
Kilang Minyak I didesain untuk menghasilkan produk BBM dan NBM (minyak dasar pelumas dan aspal). Oleh karena itulah bahan baku kilang ini adalah minyak mentah dari Timur Tengah, yaitu Arabian Light Crude (ALC) yang kadar sulfurnya cukup tinggi (sekitar 1,88%/berat). Kandungan sulfur dalam minyak mentah dibutuhkan untuk menjaga stabilitas oksidasi pada komponen Lube Base Oil. Kandungan sulfur dalam aspal juga dapat meningkatkan ketahanan aspal terhadap deformasi dan cuaca yang berubah-ubah. Namun, kandungan sulfur tidak boleh terlalu tinggi supaya tidak menyebabkan korosi pada peralatan proses. Sementara untuk saat ini, bahan baku kilang ini bukan hanya ALC melainkan juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC).
Kilang ini dirancang dengan kapasitas produksi 100.000 barrel/hari tetapi karena meningkatnya kebutuhan konsumen, kapasitas kilang ini ditingkatkan menjadi 118.000 barrel/hari melalui Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998. Kilang Minyak I Pertamina Refinery Unit IV Cilacap meliputi :
1) Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.
2) Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) dan aspal.
3) Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilitas dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.
Offsite Facilities, yaitu sebagai fasilitas penunjang yang terdiri dari tangki-tangki storage, flare system, utilitas dan environment system.
Gambar 11. Diagram Blok FOC I Gambar 1.2. Konfigurasi LOC
Keterangan Gambar 11 :
CDU : Crude Distilling Unit
NHT : Naphtha Hydrotreater Unit
HDS : Hydro Desulphurizer
LGO : Light Gas Oil
HGO : Heavy Gas Oil
Keterangan Gambar 1.2:
HVU : High Vacuum Unit
PDU : Propane Deasphalting Unit
LMO : Light Machine Oil
MMO : Medium Machine Oil
SPO : Spindle Oil
DAO : Deasphalting Oil
IDIS : Intermediate Distillate
HTU : Hydrotreating Unit
MDU : MEK(Methyl Ethyl Ketone)
FEU : Furfural Extraction Unit
KilangMinyak II
Kilang Minyak II dibangun pada tahun 1981 untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 4 Agustus 1983, kilang ini memulai operasinya. Kompleks BBM (Fuel Oil Complex II) di kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) sedangkan Kompleks Bahan Dasar Minyak Pelumas (Lube Oil Complex II dan III) dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), dan Offsite Facilities oleh Fluor Eastern Inc. Kontraktor utama untuk pembangunan kilang ini adalah Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor nasional.
Kilang II dirancang terutama untuk mengolah minyak mentah dalam negeri karena sebelumnya minyak mentah dalam negeri diolah di kilang minyak luar negeri kemudian baru masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk BBM dan cara seperti ini sangatlah tidak efisien. Kilang ini mengolah minyak mentah dalam negeri yang kadar sulfurnya lebih rendah daripada minyak mentah Timur Tengah. Awalnya, minyak mentah domestik yang diolah merupakan campuran dari 80% Arjuna Crude (kadar sulfurnya 0,1%/berat). Dalam perkembangannya, bahan baku yang diolah adalah minyak cocktail yang merupakan campuran dari minyak mentah dalam dan luar negeri.
Sebelum diadakan Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998, kapasitas Kilang Minyak II hanya 200.000 barrel/hari tetapi setelah diadakan proyek tersebut, kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari. Area Kilang Minyak II meliputi :
1) Fuel Oil Complex II (FOC II) yang memproduksi BBM.
2) Lube Oil Complex II (LOC II) yang memproduksi bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
3) Lube Oil Complex III (LOC III) yang juga memproduksi bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
4) Utilities Complex II (UTL II) yang fungsinya sama dengan UTL I.
Gambar 2.1. Diagram Blok FOC II
Kilang Petrokimia Paraxylene
Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphtha yang cukup, sarana pendukung berupa dermaga, tangki, dan utilitas, serta peluang pasar baik di dalam maupun luar negeri yang terbuka lebar, maka PERTAMINA RU-IV membangun Kilang Paraxylene. Kilang yang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) ini dibangun pada tahun 1988 oleh kontraktor Japan Gasoline Corporation (JGC) dan memulai operasinya setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 Desember 1990. Tujuan pembangunan kilang ini adalah untuk mengolah naphtha dari FOC II menjadi produk-produk petrokimia, yaitu paraxylene dan benzene sebagai produk utama serta raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG sebagai produk sampingan. Total kapasitas produksi dari kilang ini adalah 270.000 ton/tahun.
PERTAMINA RU-IV semakin penting dengan adanya kilang Paraxylene, karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, otomatis RU-IV menjadi satu-satunya unit pengolahan minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri Petrokimia.
Paraxylene yang dihasilkan sebagian digunakan sebagai bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatera Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM, sedangkan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Sementara, seluruh benzene yang dihasilkan diekspor ke luar negeri. Produk-produk sampingan dari kilang ini dimanfaatkan lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Gambar 2.2. Kilang Paraxylene
a. Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU)
Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SOx pada buangan. Untuk mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU-IV membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU-IV, khususnya SO2 sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU-IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condensate.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya kesembilan stream gas ini hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total sebesar 600 metrik ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metrik ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metrik ton/hari dan produk condensate (C5+) sebanyak 28-103 metrik ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel system.
Unit-unit di Kilang SRU adalah sebagai berikut :
1) Gas Treating
Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG Recovery unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam metode operasi normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar.
2) LPG Recovery
Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Proses refrigerasi digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan).
3) Sulfur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
4) Tail Gas Unit
TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.
5) Unit 95 : Refrigeration
Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulphur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.