BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Senin, 16 April 2012

MARINE FUEL OIL

Ada yang udah tau apa itu MFO?? Ni dia nih tentang MFO
sekedar untuk pengetahuan aja, semoga bermanfaat.. :D

Bahan Bakar Marine Fuel Oil

Pada dasarnya pembakaran merupakan reaksi cepat suatu senyawa dengan oksigen. Selain itu, pembakaran juga merupakan hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Pada proses pembakaran akan disertai dengan pembebasan kalor (panas) dan cahaya. Reaksi yang mungkin terjadi adalah reaksi pirolisis yaitu pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen jika bereaksi dengan oksigen maka reaksi ini akan menghasilkan nyala (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Bahan bakar merupakan material dengan suatu jenis energi yang bisa di ubah menjadi energi berguna lainnya.
Jenis-senis bahan bakar :
•Bahan bakar padat, meliputi batu bara dan kayu.
•Bahan bakar cair, meliputi bahan bakar minyak seperti bensin, kerosin, dan solar
•Bahan bakar gas, meliputi gas hidrogen dan gas helium
•Bahan bakar nuklir
Proses pembakaran yang ada selama ini, terbagi atas dua jenis pembakaran, yaitu :
•Pembakaran sempurna, yaitu pembakaran yang terjadi dengan adanya proses pengubahan suatu senyawa menjadi C02 dan H20
•Pembakaran tidak sempurna, yaitu pembakaran yang terjadi yang disebabkan persediaan O2 tidak cukup untuk pembakaran sempurna menghasilkan karbon monoksida atau kadang-kadang dalam bentuk arang atau jelaga.

Marine Fuel Oil
Marine Fuel Oil adalah bahan bakar minyak, yang digunakan untuk pembakaran langsung di dapur-dapur industri dan pemakaian lainnya seperti untuk Marine Fuel Oil. MFO merupakan bahan bakar minyak yang bukan termasuk jenis distilate, tetapi termasuk jenis residue yang lebih kental pada suhu kamar serta berwarna hitam pekat.
Mutu MFO yang baik harus memenuhi batasan sifat – sifat yang tercantum pada spesifikasi dalam segala cuaca. Karena secara umum bahan bakar MFO hanya dapat dipompa dan diatomisasikan setelah melalui pemanasan terlebih dahulu.
Beberapa batasan sifat–sifat bahan bakar MFO, baik sifat fisika maupun sifat kimia yang harus dipenuhi di dalam penggunaannya adalah :
•Sifat kestabilan
•Sifat kekentalan
•Sifat korosifitas
•Sifat kebersihan
•Sifat keselamatan


Kegunaan Marine Fuel Oil :
Pabrik / industri Boiler (ketel uap), Heating (pemanas), Drying (pengering), Furnace (dapur/tungku industri).
Industri Pertanian Pemanas (untuk pemnas ruangan, pada negara musim dingin), Pemanas Tembakau ( Tobacco heating)
Industri Konstruksi Mesin – mesin konstruksi , Pemanas Pabrik Aspal (asphalt plant heating)
Transportasi Laut Mesin Generator Listrik
Perikanan Laut Bahan bakar kapal
Industri Lain Pemanas Gedung (Negara beriklim dingin), Bulldozer (Road transportation)

Proses Pembuatan MFO di PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap
Minyak bumi atau minyak mentah (crude oil) merupakan bahan galian dari perut bumi yang yang masih memerlukan proses lebih lanjut karena minyak bumi tersebut belum dapat digunakan secara langsung. Untuk itu dilakukan pengolahan agar didapat produk-produk yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan untuk masing-masing produk.
Minyak bakar adalah suatu produk dari hasil pengolahan minyak bumi dimana untuk mendapat minyak bakar dapat dilakukan dengan cara :
a. Distilasi Atmosferik
b. Distilasi Hampa
c. Proses Perengkahan
– Thermal Cracking
– Catalytic Cracking
d. Proses Pencampuran

Distilasi Atmosfer
Distilasi atmosfer adalah proses pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedahan titik didihnya pada tekanan atmosfer dan temperatur maksimum 350C. Proses distilasi mencakup dua kegiatan yaitu penguapan dan pengembunan. Pada penguapan memerlukan panas untuk menaikkan temperatur. Sebaliknya pada pengembunan dilakukan dengan mengambil atau melepas panas penguapan.
Minyak mentah atau crude oil sebelum diolah harus dilakukan analisa terlebih dahulu untuk mengetahui jenis karakteristiknya dan adanya unsur-unsur yang tidak diinginkan (impurities) yang terkandung didalamnya. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan kondisi operasi yang sesuai dengan jenis minyak bumi yang akan diolah dan proses penghilangan senyawa-senyawa impurities.
Produk yang dihasilkan dari proses ini adalah :

•Gas
•Nafta
•Kerosin
•Gas oil (solar)
•Residu (long residue)


Distilasi Hampa
Pada dasarnya distilasi hampa hampir sama dengan distilasi atmosfer, yang membedakannya yaitu pada distilasi hampa tekanan didalam kolom fraksinasi diturunkan sampai dibawah satu atmosfer (10 – 40 mmHg). Proses distilasi hampa dilakukan untuk memproses lebih lanjut residu (long residue) yang merupakan sisa dari proses distilasi atmosfer, karena dengan distilasi atmosfer tidak mampu lagi memisahkan fraksi-fraksi yang masih terdapat di dalam residu. Hal ini dikarenakan, jika suhu pada distilasi atmosfer dinaikkan lebih dari suhu maksimumnya maka akan terjadi perengkahan (cracking) yang akan merusak mutu produk. Dengan menurunkan tekanan pada kolom fraksinasi maka titik didih residu akan turun dan residu dapat dipisahkan menurut fraksi-fraksi yang masih ada tanpa terjadi perengkahan (cracking).
Hasil dari proses distilasi hampa antara lain:
•Vakum gas oil
•Short residu

Proses Perengkahan
Secara sederhana proses perengkahan merupakan proses pemisahan hidrokarbon dengan bobot molekul yang besar menjadi komponen dengan bobot molekul yang lebih kecil. Proses perekahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.Themal cracking
2.Catalytic cracking
3.Hidro cracking
Thermal Cracking
Thermal cracking adalah proses perekahan yang dilakukan dengan temperatur dan tekanan tinggi. Proses ini adalah yang paling konvensional diantara ketiga proses cracking tersebut diatas karena hasil perengkahannya tidak terarah sehingga sekarang jarang digunakan.
Bahan baku untuk proses ini adalah long residue dan hasil dari proses ini salah satunya adalah solar. Solar yang dihasilkan kurang baik mutunya terutama sifat kestabilannya karena banyak mengandung senyawa olefin.
Catalytic Cracking
Catalytic cracking merupakan proses perengkahan secara kimiawi dengan suhu tinggi dan tekanan sedang dengan bantuan katalisator didalam reaktor, kemudian masuk kolom fraksinasi untuk dipisahkan menurut perbedaan fraksi-fraksinya.
Proses Pencampuran (Blending)
Minyak bakar MFO dibuat dengan cara mencampur antara residu dengan produk kilang lainnya (misalnya: kerosene, solar, HVGO, atau produk lainnya). Pencampuran dua produk atau lebih disebut blending. Pada produksi proses blending dilakukan dengan cara proses pencampuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
•system batch, dimana komponen solar yang akan di campur dimasukan dalam suatu tempat (tangki) dengan perbandingan tertentu kemudian di aduk hingga merata.
•system in line blend, sistem dimana komponen solar yang akan dicampur dialirkan melalui pipa khusus secara bersamaan dengan perbandingan tertentu, sehingga diharapkan sesampainya di tempat penampung (tangki) campuran tersebut sudah merata (homogen).
MFO merupakan salah satu produk dari proses ini. Pada PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap salah satu unitnya adalah

Sifat – sifat Marine Fuel Oil
Penggunaan bahan bakar MFO harus aman, tidak membahayakan manusia, tidak merusak mesin, harus efisien dalam penggunaanya serta tidak menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Untuk memberi jaminan mutu bagi pelanggan dalam hal keselamatan dan kenyamaan, bahan bakar MFO secara cepat dapat dilihat dari sifat/spesifikasi. Beberapa batasan sifat–sifat bahan bakar MFO, baik sifat fisika maupun sifat kimia yang harus dipenuhi di dalam penggunaannya adalah :

•Sifat kestabilan
•Sifat kekentalan
•Sifat korosifitas
•Sifat kebersihan
•Sifat keselamatan

Sifat Kestabilan
Minyak bakar dibuat dengan cara blending dari bermacam-macam komponen dalam proporsi tertentu, campurannya harus betul-betul homogen. Dengan homogennya campuran akan menghasilkan nilai kalori yang maksimal dan stabil. Bila campuran tidak homogen, karena terjadi penggumpalan, maka kestabilan pembakaran akan terganggu sehingga efisiensinya menurun. Hal ini disebabkan karena adanya hidrokarbon tidak jenuh yang bila teroksidasi menghasilkan endapan dan akan mengganggu stabilitas pembakaran. Pengujian sifat kestabilan dilakukan dengan pengujian desnsity at 15oC berdasarkan ASTMD 1298.
Sifat Kekentalan
Kekentalan fuel oil merupakan indikasi mudah tidaknya fuel tersebut dipompakan. Kekentalan erat hubungannya dengan kemudahan saat penyaluran dengan pipa maupun saat dipakai pada burner. Pengujian sifat kekentalan dilakukan dengan pengujian viscosity kinematic at 50oC berdasarkan ASTM D 445 dan pengujian pour point berdasarkan ASTM D 97.
Sifat Korosifitas
Sifat korosifitas erat hubungannya pada saat pembakaran, karena kandungan sulfur yang ada diubah menjadi oksidanya, dan dengan adanya air akan mengembun menjadi asam. Dan asam yang terbentuk tersebut akan dapat menyebabkan korosif pada mesin pembakaran.
Pengaruh kandungan sulfur dalam bahan bakar menyebabkan pencemaran udara (gas sulfur dioksida adalah gas yang berbau rangsang) dan korosif yang mengakibatkan kerusakan peralatan pada dapur pembakaran (furnace). Pengujian sifat korosifitas dilakukan dengan pengujian sulphur content berdasar ASTM D1552.
Sifat Kebersihan
Sering kali pada saat proses pengolahan suatu bahan bakar dapat terjadi kontaminasi dari suatu zat lain. Kontaminasi fuel oil dengan zat lain tersebut yang terjadi akan mempengaruhi mutu dari fuel oil. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari kadar karbon dan juga air.
Pengaruh dari tingginya kadar kontaminasi arang/karbon dan sediment mengakibatkan terbentuknya kerak arang pada nozzle burner, menyebabkan penyumbatan atau kurang lancarnya proses pembakaran. Dan kontaminasi air dapat menyebabkan pembakaran hidrokarbon akan berkurang, karena pada saat pembakaran air diubah menjadi uap air sehingga panas yang terjadi dari tidak maksimal dalam proses pembakaran. Pengujian sifat kebersihan dilakukan dengan pengujian water content, ASTM D 95.
Sifat Keselamatan
Sifat keselamatan bahan bakar MFO meliputi keselamatan di dalam pengangkutan, penyimpanan dan penggunaan. Bahan bakar solar harus memiliki salah satu sifat keselamatan yaitu bahwa bahan bakar solar tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Pengujian sifat keselamatan dilakukan dengan melakukan pengujian flash point berdasarkan ASTM D 93.

Read More..

About Petroleum Crude Oil

Sekilas aja ya tentang mintak bumi / crude oil. Semoga bermanfaat :D

Minyak bumi (petroleum, crude oil) merupakan campuran berbagai senyawa hidrokarbon dalam berbagai komposisi yang berasal dari dalam bumi (EDY,2006). Terdapat dua teori pembentukan minyak bumi yang dikenal yaitu teori biogenic yang menyatakan bahwa minyak bumi dihasilkan dari proses perubahan materi organik karena tekanan dan pemanasan selama kurun waktu jutaan tahun, sedangkan teori abiogenic menyatakan bahwa minyak bumi telah ada sejak terbentuknya bumi. Namun, sebagian besar ahli meyakini teori biogenic bahwa minyak bumi terbentuk dari binatang dan tumbuhan laut yang terkubur selama jutaan tahun oleh pengaruh lingkungannya, yaitu temperatur, tekanan, kehadiran senyawa logam dan mineral, letak geologis dan waktu proses perubahan. Pengaruh lingkungan pada proses pembentukan minyak bumi menyebabkan minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lainnya (EDI PRAYITNO, 2006).

Minyak bumi (crude oil) adalah campuran yang sangat kompleks dari berbagai jenis hidrokarbon dengan berbagai komposisi, mulai dari gas metana sampai dengan bahan aspal yang berat dan padat (EDI PRAYITNO, 2006). Minyak bumi (petroleum) atau minyak mentah adalah campuran rumit senyawa alifatik dan aromatik termasuk pula senyawa sulphur dan nitrogen (1-6%). Menurut American Society for Testing and Materials (ASTM) minyak bumi merupakan campuran yang terjadi di bumi, sebagian besar terdiri atas hidrokarbon, sedikit belerang, nitrogen, yang dibebaskan dalam tanah dan disertai dengan zat-zat lain seperti air garam anorganik dan impurities lain yang apabila dipisahkan akan mengubah sifat minyak (HARDJONO, 2001).

Komposisi Minyak Bumi
Minyak bumi terdiri dari ribuan zat kimia termasuk gas, cairan dan zat padat mulai dari metana sampai dengan asphalt. Komponen utama minyak bumi dan hasil-hasilnya tersusun dari komponen utama yang terdiri dari ikatan atom karbon (C) dan atom hidrigen (H), sehingga minyak bumi sering juga disebut hidrokarbon. Selain karbon dan hidrogen didalam minyakbumi juga terdapat senyawa sulpfur, oksigen, nitrogen dan logam yang termasuk dalam senyawa nonhidrokarbon.
Perbandingan unsur-unsur tersebut dalam minyak bumi sangat bervariasi dengan komposisi sebagai berikut:
Karbon (C) : 83,0 – 87,0 %
Hydrogen (H) : 10,0 – 14,0%
Nitrogen (N) : 0,1 – 2,0 %
Oksigen (O) : 0,05 – 1,5 %
Sulphur (S) : 0,05 – 6,0 %
Secara umum komposisi hidrokarbon minyak bumi terdiri dari dua komponen, yaitu :
– Komponen hidrokarbon
– Komponen nonhidrokarbon, termasuk juga komponen organometalik

a. Komponen Hidrokarbon
Komponen hidrokarbon dalam minyak bumi diklasifikasikan atas empat golongan, yaitu :
1. Hidrokarbon Parafin
2. Hidrokarbon Olefin
3. Hidrokarbon Napthen
4. Hidrokarbon Aromatik

1. Hidrokarbon Parafin
Hidrokarbon parafin adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan rantai lurus atau rantai cabang tanpa struktur cincin. Parafin disebut juga alkana, dengan rumus umum CnH2n+2, jenis senyawa hidrokarbon paraffin dibagi atas dua macam yaitu; hidrokarbon paraffin yang berbentuk rantai lurus yang disebut normal paraffin contohnya adalah n-butana dan hidrokarbon paraffin yang berbentuk rantai cabang di sebut iso-paraffin contohnya adalah iso-heptana
Sifat dari hidrokarbon paraffin antara lain :
o Pada kondisi temperatur normal (ruang) hidrokarbon paraffin dengan jumlah atom karbon 1 – 4 akan berbentuk gas,
o Pada kondisi temperatur normal (ruang) hidrokarbon paraffin dengan jumlah atom karbon 5 – 15 akan berbentuk cair,
o Pada kondisi temperatur normal (ruang) hidrokarbon paraffin dengan jumlah atom karbon lebih dari 15 akan berbentuk padatan.
o Memiliki tingkat kestabilan yang tinggi, dan
o Pada suhu kamar tidak bereaksi dengan asam dan basa
2. Hidrokarbon Olefin
Hidrokarbon olefin merupakan senyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dengan ikatan rangkap dua diantara kedua atom C yang berdekatan (C=C) dan mempunyai jumlah atom H lebih sedikit dari paraffin. Hidrokarbon olefin ini bersifat lebih reaktif dibandingkan dengan hidrokarbon paraffin. Hidrokarbon olefin disebut juga alkena, dengan rumus umum: CnH2n. Contohnya etilena (CH=CH).
Umumnya golongan hidrokarbon olefin dengan titik didih yang rendah tidak ditemukan dalam minyak bumi (crude oil) tetapi banyak dihasilkan dari proses cracking / reforming.
3. Hidrokarbon Napthen
Hidrokarbon napthen adalah senyawaan hidrokarbon jenuh yang mempunyai struktur cincin atau siklis. Senyawa ini memiliki rumus umum CnH2n, senyawa napthen dengan bobot molekul yang rendah merupakan bahan bakar yang baik, sedangkan yang mempunyai bobot molekul yang tinggi terdapat dalam fraksi gas oil dan minyak pelumas. Contoh : siklo pentane dan siklo heksana.
4. Hidrokarbon Aromatik
Hidrokarbon aromatik adalah senyawaan hidrokarbon dengan rantai hidrokarbon tertutup (siklis) yang mempunyai satu inti benzena atau lebih, senyawaan ini memiliki rumus umum CnH2n-6, dalam minyak bumi jumlah senyawaan ini sangat sedikit namun senyawaan aromat sangat diinginkan dalam gasoline karena mempunyai sifat anti ketuk yang tinggi. Senyawa aromatik ini sering dipisahkan dari minyak bumi untuk bahan baku petrokimia.
Contoh : benzena dan toluena.
b. Komponen Nonhidrokarbon
Didalam minyak bumi selain mengandung senyawaan hidrokarbon juga mengandung sejumlah senyawaan nonhidrokarbon, terutama senyawaan sulphur, senyawaan nitrogen, senyawaan oksigen, dan senyawaan organo metalik/logam (dalam jumlah kecil/trace sebagai larutan). Unsur-unsur tersebut umumnya tidak dikehendaki ada dalam produk-produk minyak bumi sehingga keberadaannya meskipun dalam jumlah sedikit namun akan sangat mempengaruhi pengolahan terhadap minyak bumi.
Senyawaan Sulphur
Minyak bumi yang densitinya lebih tinggi mempunyai kandungan sulphur yang lebih tinggi pula. Keberadaan sulphur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan dampak negatif, misalnya dalam gas oil dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin atau berair) pada mesin kendaraan akibat dari terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulphur (sebagai hasil pembakaran gas iol) dan air. Beberapa jenis senyawaan sulphur yang terdapat dalam minyak bumi diantaranya adalah hidrogen sulfida dan merkaptan.
Senyawaan Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan jumlahnya akan semakin meningkat jika bobot molekul dan titik didih fraksi semakin tinggi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo serta phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik. Contoh dari senyawaan oksigen yang terdapat dalam minyak bumi diantaranya adalah furan dan benzofuran.
Senyawaan Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1 – 0,9 %. Kandungan tertinggi terdapat pada fraksi berat (residu). Nitrogen mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral encer. Contoh senyawa nitrogen yang terdapat dalam minyak bumi diantaranya adalah pyridin dan pyrrol.
Senyawaan Logam
Unsur-unsur logam seperti natrium, kalium, magnesium, besi, vanadium, dan nikel yang terkandung didalam minyak bumi dapat terikat baik sebagai senyawa anorganik yang biasanya larut dalam air maupun sebagai senyawa kompleks logam organik. Logam – logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk minyak bumi seperti menghasilkan banyak gas dan pembentukkan coke (kerak).

Karakteristik Minyak Bumi
Minyak bumi terdiri dari campuran berbagai persenyawaan kimia dari suatu golongan yang disebut hidrokarbon dan persenyawaan lain yang mengandung unsur-unsur O2, sulphur, N2, dan logam-logam dalam jumlah kecil. Jenis hidrokarbon yang satu berbeda sifatnya dengan jenis hidrokarbon yang lain. Hal ini yang menyebabkan pengaruh terhadap sifat dan kegunaannya serta mutu dari produk-produk minyak bumi ( EDI PRAYITNO, 2006).
Suatu jenis produk minyak bumi harus mempunyai sifat-sifat tertentu dalam memenuhi mutunya dan sebagian besar sifat-sifat tersebut ditentukan oleh jenis hidrokarbon yang terkandung didalamnya.

Pengaruh jenis hidrokarbon terhadap sifat karakteristik produk minyak bumi
Karakteristik Minyak Bumi Parafinik Minyak Bumi Aromatik
specific grafity 60/60 0F rendah tinggi
specific grafity API rendah tinggi
angka oktan rendah tinggi
angka setana tinggi rendah
titik asap tinggi rendah
titik tuang tinggi rendah
indeks viskositas tinggi rendah
Sumber : Pertamina, 2006
Untuk minyak jenis naptenik pada umumnya mempunyai sifat diantara jenis parafinik dan aromatik.

Produk-produk Hasil Pengolahan Minyak Bumi
Minyak mentah (crude oil) belum bisa dimanfaatkan langsung sebagai bahan bakar. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu pada minyak mentah agar diperoleh produk-produk dari minyak mentah. Untuk menghasilkan produk minyak bumi, digunakan bermacam-macam pengolahan terhadap minyak mentah agar menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan.
Tujuan dari pengolahan pada minyak mentah selain untuk fraksinasi juga untuk meningkatkan mutu dari produk minyak bumi hasil fraksinasi. Proses fraksinasi pada minyak bumi dapat dilakukan secara fisika maupun kimia, contoh sederhana proses fraksinasi pada minyak bumi adalah proses distilasi, dari proses ini akan dihasilkan berbagai produk bahan bakar minyak berdasarkan titik didihnya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan kendaraan bermotor dan industri.

Fraksi-fraksi yang dihasilkan dari proses distilasi minyak bumi serta penggunaannya :
Produk - produk Hasil Distilasi Minyak Bumi
Jarak Titik Didih (0C) Jumlah Atom Karbon Nama Penggunaan
dibawah 30 1 - 4 fraksi gas bahan bakar pemanas/gas
30 - 180 5 - 10 bensin bahan bakar mobil
180 - 230 11 -12 minyak tanah bahan bakar jet,memasak
230 - 305 13 - 17 minyak gas bahan bakar diesel
305 - 405 18 - 25 minyak gas berat bahan bakar pemanas
sisa distilasi :1) minyak yang mudah menguap; minyak pelumas, lilin, dan vaselin. 2) bahan yang tidak menguap; aspal dan kokas dari minyak bumi.
Sumber : Fessenden dan Fessenden, 1997

Read More..

PT PERTAMINA (PERSERO) RU IV CILACAP

PT. Pertamina (Persero)
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri, juga diperuntukkan sebagai sumber devisa melalui ekspor Migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia, maka kebutuhan energi akan meningkat dari tahun ke tahun.

Penggunaan minyak bumi dewasa ini terus berkembang dan semakin meningkat. Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang masih digunakan, terutama untuk pembangkit tenaga listrik dan sebagai bahan bakar untuk berbagai jenis mesin. Konsumsi minyak bumi terus meningkat terutama untuk keperluan dalam negeri, diantaranya mencapai 34% sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kebutuhan pulau Jawa. Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan Negara dan UU No. 44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN Pertamina dan PN Permina, yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemasaran/distribusi. Kemudian pada tahun 1971, terbit UU No. 8/1971 yang menetapkan penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31/2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (PERSERO) PERTAMINA yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun unit pengolahan minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.

PT. PERTAMINA ( Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap
Unit Pengolahan IV Cilacap merupakan salah satu Unit Kilang Minyak PT. Pertamina ( Persero) yang memiliki kapasitas terbesar dan terlengkap fasilitasnya di tanah air dengan kapasitas yang dimiliki yaitu 348.000 barrel/ hari. Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-unit pengolahan yang ada di Indonesia. Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap berada di bawah tanggung jawab Direktorat Hilir Bidang Pengolahan Pertamina.
Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PERTAMINA terbagi atas 7 lokasi, yaitu :
1.Unit Pengolahan-I Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), sudah tidak beroperasi sejak tahun 2006.
2.Unit Pengolahan -II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas 170.000 barrel/hari.
3.Unit Pengolahan -III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), kapasitas 135.000 barrel/hari.
4.Unit Pengolahan -IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas 348.000 barrel/hari.
5.Unit Pengolahan -V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas 270.000 barrel/hari.
6.Unit Pengolahan -VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas 125.000 barrel/hari.
7.Unit Pengolahan -VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 barrel/hari.
Kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap didirikan dengan maksud menghasilkan produk BBM dan Non BBM guna memenuhi kebutuhan masyarakat pulau Jawa, mengingat secara geografis posisi kilang Cilacap terletak di central pulau Jawa atau dekat dengan konsumen terpadat penduduknya di Indonesia. Adapun maksud pembangunan kilang minyak Cilacap selain menghasilkan produk BBM dan Non BBM yaitu mengurangi ketergantungan impor BBM dari luar negeri yang semakin meningkat serta sebagai langkah efisiensi karena memudahkan supply dan distribusi. Kilang minyak UP IV merupakan satu -satunya kilang minyak yang menghasilakn aspal dan base oil.

Kilang Minyak I
Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan nasional Indonesia dan asing. Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina.
Kilang Minyak I didesain untuk menghasilkan produk BBM dan NBM (minyak dasar pelumas dan aspal). Oleh karena itulah bahan baku kilang ini adalah minyak mentah dari Timur Tengah, yaitu Arabian Light Crude (ALC) yang kadar sulfurnya cukup tinggi (sekitar 1,88%/berat). Kandungan sulfur dalam minyak mentah dibutuhkan untuk menjaga stabilitas oksidasi pada komponen Lube Base Oil. Kandungan sulfur dalam aspal juga dapat meningkatkan ketahanan aspal terhadap deformasi dan cuaca yang berubah-ubah. Namun, kandungan sulfur tidak boleh terlalu tinggi supaya tidak menyebabkan korosi pada peralatan proses. Sementara untuk saat ini, bahan baku kilang ini bukan hanya ALC melainkan juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC).
Kilang ini dirancang dengan kapasitas produksi 100.000 barrel/hari tetapi karena meningkatnya kebutuhan konsumen, kapasitas kilang ini ditingkatkan menjadi 118.000 barrel/hari melalui Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998. Kilang Minyak I Pertamina Refinery Unit IV Cilacap meliputi :
1) Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.
2) Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) dan aspal.
3) Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilitas dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.
Offsite Facilities, yaitu sebagai fasilitas penunjang yang terdiri dari tangki-tangki storage, flare system, utilitas dan environment system.


Gambar 11. Diagram Blok FOC I Gambar 1.2. Konfigurasi LOC

Keterangan Gambar 11 :
CDU : Crude Distilling Unit
NHT : Naphtha Hydrotreater Unit
HDS : Hydro Desulphurizer
LGO : Light Gas Oil
HGO : Heavy Gas Oil



Keterangan Gambar 1.2:
HVU : High Vacuum Unit
PDU : Propane Deasphalting Unit
LMO : Light Machine Oil
MMO : Medium Machine Oil
SPO : Spindle Oil
DAO : Deasphalting Oil
IDIS : Intermediate Distillate
HTU : Hydrotreating Unit
MDU : MEK(Methyl Ethyl Ketone)
FEU : Furfural Extraction Unit




KilangMinyak II
Kilang Minyak II dibangun pada tahun 1981 untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 4 Agustus 1983, kilang ini memulai operasinya. Kompleks BBM (Fuel Oil Complex II) di kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) sedangkan Kompleks Bahan Dasar Minyak Pelumas (Lube Oil Complex II dan III) dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), dan Offsite Facilities oleh Fluor Eastern Inc. Kontraktor utama untuk pembangunan kilang ini adalah Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor nasional.
Kilang II dirancang terutama untuk mengolah minyak mentah dalam negeri karena sebelumnya minyak mentah dalam negeri diolah di kilang minyak luar negeri kemudian baru masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk BBM dan cara seperti ini sangatlah tidak efisien. Kilang ini mengolah minyak mentah dalam negeri yang kadar sulfurnya lebih rendah daripada minyak mentah Timur Tengah. Awalnya, minyak mentah domestik yang diolah merupakan campuran dari 80% Arjuna Crude (kadar sulfurnya 0,1%/berat). Dalam perkembangannya, bahan baku yang diolah adalah minyak cocktail yang merupakan campuran dari minyak mentah dalam dan luar negeri.
Sebelum diadakan Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998, kapasitas Kilang Minyak II hanya 200.000 barrel/hari tetapi setelah diadakan proyek tersebut, kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari. Area Kilang Minyak II meliputi :
1) Fuel Oil Complex II (FOC II) yang memproduksi BBM.
2) Lube Oil Complex II (LOC II) yang memproduksi bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
3) Lube Oil Complex III (LOC III) yang juga memproduksi bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
4) Utilities Complex II (UTL II) yang fungsinya sama dengan UTL I.

Gambar 2.1. Diagram Blok FOC II


Kilang Petrokimia Paraxylene
Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphtha yang cukup, sarana pendukung berupa dermaga, tangki, dan utilitas, serta peluang pasar baik di dalam maupun luar negeri yang terbuka lebar, maka PERTAMINA RU-IV membangun Kilang Paraxylene. Kilang yang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) ini dibangun pada tahun 1988 oleh kontraktor Japan Gasoline Corporation (JGC) dan memulai operasinya setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 Desember 1990. Tujuan pembangunan kilang ini adalah untuk mengolah naphtha dari FOC II menjadi produk-produk petrokimia, yaitu paraxylene dan benzene sebagai produk utama serta raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG sebagai produk sampingan. Total kapasitas produksi dari kilang ini adalah 270.000 ton/tahun.
PERTAMINA RU-IV semakin penting dengan adanya kilang Paraxylene, karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, otomatis RU-IV menjadi satu-satunya unit pengolahan minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri Petrokimia.
Paraxylene yang dihasilkan sebagian digunakan sebagai bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatera Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM, sedangkan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Sementara, seluruh benzene yang dihasilkan diekspor ke luar negeri. Produk-produk sampingan dari kilang ini dimanfaatkan lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Gambar 2.2. Kilang Paraxylene

a. Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU)
Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SOx pada buangan. Untuk mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU-IV membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU-IV, khususnya SO2 sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU-IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condensate.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya kesembilan stream gas ini hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total sebesar 600 metrik ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metrik ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metrik ton/hari dan produk condensate (C5+) sebanyak 28-103 metrik ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel system.
Unit-unit di Kilang SRU adalah sebagai berikut :
1) Gas Treating
Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG Recovery unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam metode operasi normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar.
2) LPG Recovery
Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Proses refrigerasi digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan).
3) Sulfur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
4) Tail Gas Unit
TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.
5) Unit 95 : Refrigeration
Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulphur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.


Read More..